[KONSULTASI] Terjebak Dalam Status "Wanita Simpanan", Menikmati Sekaligus Sedih
TABLOIDBINTANG.COM - Redaksi Aura membuka layanan konsultasi psikologi. Anda bisa melayangkan email ke redaksi@aura.co.id, tuliskan kisah, kegundahan, atau apapun yang ingin Anda tanyakan berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, asmara, masalah-masalah anak, dan lain-lain. Identitas penanya akan dirahasiakan sesuai permintaan.
Jangan ragu untuk bertanya, mari bersama-sama lebih cerdas menghadapi kehidupan ini. Kami tunggu partisipasinya, Ladies.
Tanya:
Dear Aura, beberapa tahun belakangan, saya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki beristri. Saya menikmati hubungan itu, tapi sering juga merasa sedih. Kenapa saya harus berada dalam posisi ini?
Jawab: (Oleh Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria @ig_giadc)
Siapapun bisa terjangkit “wabah” ini jika tidak membekali diri dengan pemahaman dan kecerdasan moral spiritual terhadap norma dan aturan agama. Siapa yang salah? Laki-laki yang memiliki wanita simpanan atau wanita yang bersedia menjadi wanita simpanan? Penuturan saya berikut mungkin bisa membuat Anda berpikir lebih jernih.
1. “Kodrat” laki-laki
Laki-laki sama saja. Laki-laki tidak berbekas dan bercela. Begitu pandangan umum. Laki-laki yang umumnya memegang keputusan, bisa dengan mudah keluar dari komitmen hubungan (pernikahan) dan punya WIL (wanita idaman lain). Namun, wanita yang menjadi wanita simpanan, bukan semua wanita. Artinya, laki-laki boleh memilih untuk punya simpanan, tapi siapapun wanitanya, berhak memutuskan untuk tidak mau menjadi simpanan.
2. Wanita simpanan versus WIL atau selingkuhan.
WIL belum tentu simpanan. Wanita simpanan sudah pasti WIL. Artinya, “lebih rendah” derajat wanita simpanan, karena ia bersedia “dipelihara” (dinafkahi sandang, pangan, papan), bersedia terikat dalam komitmen (yang lebih serius dari sekedar selingkuhan) yang secara sadar disembunyikan.
3. Wanita sebagai ibu
Wanita yang darinya akan lahir anak manusia, harusnya lebih berpikir dari pada laki-laki ketika melibatkan diri dalam hubungan sebagai simpanan ini. Karena ke depannya tentu harus siap dengan anak-anak yang terpaksa “disembunyikan” juga keberadaan dan statusnya.
4. Hargai diri sendiri
Jika Anda merasa berharga (bukan secara nominal), tentu tidak ingin dan tidak bersedia terlibat dalam hubungan “abu-abu”. Bersikap cerdaslah dan jangan mengumbar nafsu demi kepentingan duniawi semata.
5. Jangan lakukan pembenaran
Banyak yang berlindung pada alasan dan itu adalah pembenaran. Pembenaran apapun bisa dibuat, tapi pembenaran bukan kebenaran. Pembenaran adalah kebaikan yang dibuat untuk menutupi mata hati atau hati nurani. Satu kali pembenaran harus ditutup dengan pembenaran lain. Satu kali nurani ditutup, maka lama-lama akan tertutup. Apakah seseorang yang tidak memiliki hati nurani masih bisa disebut manusia?